Jumat, 29 April 2011

Keadilan

Diposting oleh Intan 이연희 Dwi di 21.46 0 komentar

Sedikit Berbicara Tentang Keadilan


Keadilan merupakan suatu tujuan yang ingin dicapai oleh setiap individu. Setiap individu memiliki kepentingan yang harus dikorbankan untuk mencapai suatu kedilan sosial. Keadaan seperti ini mampu menciptakan adanya ketimpangan, karena adanya pengorbanan atas kepentingan atau kebebasan yang didistribusikan kepada orang lain oleh individu untuk mencapai kesetaraan.

Keadilan adalah kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai sesuatu hal, baik menyangkut benda atau orang. Menurut sebagian besar teori, keadilan memiliki tingkat kepentingan yang besar. John Rawls, filsuf Amerika Serikat yang dianggap salah satu filsuf politik terkemuka abad ke-20, menyatakan bahwa "Keadilan adalah kelebihan (virtue) pertama dari institusi sosial, sebagaimana halnya kebenaran pada sistem pemikiran" [1]. Tapi, menurut kebanyakan teori juga, keadilan belum lagi tercapai: "Kita tidak hidup di dunia yang adil" [2]. Kebanyakan orang percaya bahwa ketidakadilan harus dilawan dan dihukum, dan banyak gerakan sosial dan politis di seluruh dunia yang berjuang menegakkan keadilan. Tapi, banyaknya jumlah dan variasi teori keadilan memberikan pemikiran bahwa tidak jelas apa yang dituntut dari keadilan dan realita ketidakadilan, karena definisi apakah keadilan itu sendiri tidak jelas. keadilan intinya adalah meletakkan segala sesuatunya pada tempatnya
Oleh karena itu, John Rawls mencoba memberikan jalan keluar dengan mengemukakan prinsip-prinsip keadilan dalam bukunya Theory of Justice. Ia menjelaskan dua prinsip keadilan sosial, yaitu the difference principle dan the principle of fair equality and opportunity. Inti the difference principle, adalah bahwa perbedaan sosial dan ekonomis harus diatur agar memberikan manfaat yang paling besar bagi mereka yang paling kurang beruntung.

Istilah perbedaan sosial-ekonomis dalam prinsip perbedaan menuju pada ketidaksamaan dalam prospek seorang untuk mendapatkan unsur pokok kesejahteraan, pendapatan, dan otoritas. Sementara itu, the principle of fair equality of opportunity menunjukkan pada mereka yang paling kurang mempunyai peluang untuk mencapai prospek kesejahteraan, pendapat dan otoritas. Mereka inilah yang harus diberi perlindungan khusus.

Kesetaraan bukan berarti sama. Artinya tidak setiap individu memiliki status sosial yang sama atau hak milik yang sama dengan yang lain, namun lebih pada suatu bentuk kerjasama yang dilakukan untuk mencapai kepentingan bersama sesuai kebutuhan masing-masing.

Pada hakekatnya, manusia memiliki keinginan untuk diakui, untuk dihargai, dan persamaan hak, yang berarti bahwa setiap individu selayaknya diberi pengakuan terhadap otonomi mereka sebagai individu yang bebas. Menurut Francis Fukuyama dalam bukunya The End of History and The Last Man, Plato menyebutnya sebagai thymos.

Jadi, memaknai keadilan adalah bagaimana individu mampu mendistribusikan kepentingan pribadinya untuk orang lain. Hal ini dilakukan agar terjadi kesetaraan kepentingan yang merupakan prinsip pokok dari keadilan.
Sedangkan, ketidakadilan terjadi bila ada suatu ketimpangan antara kepentingan individu dengan yang lain. Yaitu suatu keadaan dimana seorang individu tidak diakui otonominya sebagai individu yang bebas (individu tidak mencapai thymos).

Kesedihan

Diposting oleh Intan 이연희 Dwi di 21.26 0 komentar

Bicara tentang kesedihan


Ada seorang ibu yang memiliki sepasang putra-putri, lalu mengisi hidupnya hanya dengan kesedihan. Putra tertua kebetulan penjual es krim keliling. Sementara putri kedua adalah penjual payung.

Ketika hari panas, ibu ini menangis untuk putrinya karena teramat sedikit yang beli payung. Saat hari hujan, ibu ini menangis untuk putranya karena jarang sekali orang membeli es krim.

Cerita ini hanya pengandaian tentang teramat banyaknya hidup kekinian yang diwarnai kesedihan. Ada saja alasan yang membuat kehidupan tergelincir ke dalam kesedihan. Dari bencana, penyakit, umur tua, hingga kematian. Sehingga jadilah kesedihan semacam hulu dari sungai kehidupan yang penuh stres, keluhan, penyakit, dan konflik.

Kegembiraan-Kesedihan

Seorang sahabat psikiater pernah bercerita, tidak sedikit rumah sakit jiwa yang mulai kekurangan tempat. Sejumlah rumah sakit jiwa bahkan memulangkan pasien yang belum sepenuhnya sembuh, semata- mata karena ada pasien parah yang lebih membutuhkan.

Kebanyakan orang membenci kesedihan. Mungkin karena berbicara ke dunia publik, lalu Dalai Lama kerap mengatakan, "Ada yang sama di antara kita, tidak mau penderitaan, mau kebahagiaan". Dan ini tentu amat manusiawi. Sedikit manusia yang berani mengatakan, jika mau menangis janganlah menangis di depan kematian. Menangislah di depan kelahiran. Sebab semua kelahiran membawa serta penyakit, umur tua, lalu kematian.

Dengan kata lain, kelahiran sekaligus kehidupan tak bisa menghindar dari kesedihan. Kesedihan selalu mengikuti langkah kelahiran. Seberapa kuat manusia berusaha, seberapa perkasa manusia membentengi diri, kesedihan tetap datang dan datang lagi.

Seperti ayunan bandul, semakin keras dan semakin bernafsu seseorang dengan kebahagiaan, semakin keras pula kesedihan menggoda. Ini yang bisa menjelaskan mengapa sejumlah penikmat kebahagiaan secara berlebihan, lalu digoda kesedihan juga berlebihan.

Ada peneliti membandingkan dua negara yang sama-sama mayoritas beragama Buddha, yaitu Jepang dan Burma. Dari segi materi, Jepang merupakan sebuah keajaiban dan keunikan. Dibanding Jepang, Burma secara materi jauh dari layak. Namun dalam fenomena sosial seperti bunuh diri, perceraian, dan depresi, Jepang jauh lebih tinggi dari Burma. Seperti berbisik meyakinkan, di mana kebahagiaan materi berlimpah, di sana kesedihan juga berlimpah.

Seperti sadar realita pendulum seperti itu, banyak pertapa, penekun meditasi, yogi, sahabat sufi, dan lainnya, mengizinkan pendulum emosi hanya bergerak dalam ruang terbatas. Saat kebahagiaan datang, disadari kalau kebahagiaan akan diganti kesedihan. Sehingga nafsu perayaan berlebihan agak direm. Konsekuensinya, saat kesedihan berkunjung, ia tidak seberapa menggoda.

Merasa Berkecukupan

Kahlil Gibran dalam The Prophet memberi kata-kata indah, saat kita bercengkerama dengan kebahagiaan di ruang tamu, kesedihan menunggu di tempat tidur. Dalam pengertian lebih sederhana, manusia serumah dengan kebahagiaan dan kesedihan. Bagaimana bisa lari jauh atau lama dari kesedihan yang notabene serumah dengan kita?

Karena itu, sejumlah guru mengajarkan untuk melampaui kebahagiaan-kesedihan. Dalam bahasa guru jenis ini, kebahagiaan dan kesedihan hanya permainan bagi jiwa-jiwa yang sedang tumbuh menjadi dewasa. Pertumbuhan itulah yang memerlukan gerakan kebahagiaan, kesedihan, kebahagiaan, kesedihan, dan seterusnya.

Namun bagi setiap jiwa yang sudah mulai dewasa, ia akan sadar, kalau baik kebahagiaan maupun kesedihan memiliki sifat yang sama, tak pasti dan silih berganti. Bukankah bergantung pada sesuatu yang tak pasti akan membuat hidup tidak pasti? Lebih dari itu, baik kebahagiaan dan kesedihan berakar pada hal yang sama, keinginan. Bila keinginan terpenuhi, kebahagiaan datang berkunjung. Saat keinginan tidak terpenuhi, kesedihan tamunya.

Dan setiap pejalan kaki ke dalam diri yang jauh tahu, keinginan (lebih-lebih disertai kemelekatan) adalah ibu penderitaan. Kesadaran seperti inilah yang membimbing sejumlah orang untuk memasuki wilayah-wilayah keheningan.
Berbeda dengan kebahagiaan yang lapar akan ini, lapar akan itu; membandingkan dengan ini dengan itu; ingin lebih dari ini,lebih dari itu. Keheningan sudah berkecukupan. Seperti burung terbang di udara, ikan berenang di air, serigala berlari di hutan, matahari bersinar siang hari, bintang bercahaya di malam hari. Semua sempurna. Tidak ada yang layak ditambahkan atau dikurangkan. Penambahan atau pengurangan mungkin bisa membahagiakan. Tetapi, dalam kebahagiaan, batin tidak sepenuhnya tenang-seimbang, selalu ada ketakutan digantikan kesedihan.

Dalam kamus orang-orang yang sudah memasuki keheningan, sekaya apa pun Anda akan tetap miskin tanpa rasa berkecukupan. Semiskin apa pun Anda, akan tetap kaya kalau hidup berkecukupan. Maka seorang guru yang telah tercerahkan pernah berucap, "Enlightenment is like the reflection of the moon in the water. The moon doesn't get wet, the water is not separated". Pencerahan seperti bayangan bulan di air. Bulannya tidak basah karena air. Airnya tidak terpecah karena bulan. Dengan kata lain, inti pencerahan adalah tidak tersentuh. Tidak marah saat dimaki, tidak sombong tatkala dipuji. Tidak melekat pada kebahagiaan, tidak menolak kesedihan. Persis seperti bunga padma, di air tidak basah, di lumpur tidak kotor.

Dan salah satu akar menentukan dari ketidaktersentuhan ini adalah keberhasilan mendidik diri untuk merasa berkecukupan. Yang tersisa setelah ini hanya empat "M", Mengalir, Mengalir, Mengalir, Dan Mengalir.

SUMBER : WIKIPEDIA

Keindahan

Diposting oleh Intan 이연희 Dwi di 20.55 0 komentar
Dalam hal keindahan banyak aspek – aspek yang terdapat didalamnya, sampai hal itu menjadi sesuatu yang indah, dan bisa disebut keindahan. Keindahan bisa dibilang enak dilihat / dipandang, terlihat nyaman, memiliki sesuatu yang berseni, dan bersih. Dan banyak lagi yang termasuk dalam suatu keutuhan keindahan.
Dengan keindahan, dapat membuat perasaan dan pemikiran kita terasa nyaman, dan banyak ide” yang akan muncul karenanya. Dalam membuat sesuatu menjadi indah memang mudah kelihatannya, tapi ada saja hal – hal yang membuat suatu keindahan menjadi hilang. Padahal hidup dalam keindahan itu adalah suatu hal yang pasti diinginkan setiap orang.



Keindahan berasal dari kata indah yang berarti bagus, cantik, elok. Keindahan identik dengan kebenaran segala yang indah itu selalu mengandung kebenaran. Walaupun kelihatanya indah tapi tidak mengandung kebenaran maka hal itu pada prinsipnya tidak indah. Keindahan yang bersipat universal, yaitu keindahan yang tak terikat oleh selera perorangan, waktu, tempat atau daerah tertentu. Ia bersipat menyeluruh

Sangat luas untuk menerangkan arti dari keindahan, karna hal itu sendiri memiliki makna yang mungkin tidak terbatas untuk dijelaskan.

Jika saya tanya, Anda pasti dengan fasih bisa menjelaskan apa itu “keindahan”. Namun jauh di lubuk hati, pasti Anda tahu bahwa konsep tentang keindahan versi Anda takkan sama dengan konsep keindahan saya (kecuali tentu saja kalau sengaja disama-samakan). Ini seperti ketika kaum pria memperdebatkan apakah Miss Indonesia sekarang cantik atau biasa-biasa saja, juga ketika cewek-cewek sibuk merumpi siapa yang lebih patut jadi L-Men of the Year. Misalnya begitu. Yakin deh, tidak bakal ada yang 100% sama.

Nah, kalau dalam skala individu saja sulit untuk menemukan kesamaan visi keindahan, bagaimana dalam skala yang luas? Dalam karya tulis sastra kasusnya pun sama, banyak takaran yang digunakan dalam menilai, misalnya novel A memilki keindahan yang jauh melebihi novel B.

Ernst Cassirer dalam An Essay on Man, buku yang ditulis tahun 1954, mengatakan bahwa “keindahan” tidak akan pernah selesai diperdebatkan. Keindahan bahkan sudah menjadi bahan bincang-bincang sejak ratusan tahun lampau. Intinya, mereka yang terlibat dalam masalah ini mencoba mendefinisikan apa sih keindahan itu? (Kurang kerjaan banget kan.)

Namun, yah, karena yang berdebat adalah pakar-pakar sastra dan pemikir-pemikir dunia, jadilah masalah keindahan ramai diperbincangkan hingga sekarang. Sampai-sampai muncullah beraneka definisi dari hasil kontemplasi mereka.

Salah satu definisi yang paling dikenal adalah hasil pemikiran penyair romantik Inggris, John Keats. Di bukunya yang ditulis tahun 1817, Endymion, terdapat definisi keindahan semacam ini:

A thing of beauty is a joy forever: Its loveliness increases; it will never pass into nothingness.
“Sesuatu yang indah adalah kegembiraan selama-lamanya: Kemolekannya bertambah, dan takkan pernah menuju ketiadaan.” Dahsyat, Men!

Keindahan versi John Keats ini dikenal dengan konsep Endymion. Sebenarnya, konsep ini muncul dalam cerita mitologi Yunani kuno. Endymion adalah seorang penggembala yang diberkahi keindahan abadi oleh para dewa, yaitu selalu muda, selamanya tidur, dan tidak pernah diganggu oleh siapapun. Para dewa Yunani kuno memerlukan Endymion untuk mengomunikasikan keindahan kepada manusia. Endymion merupakan bentuk yang dipilih oleh para dewa agar keindahan tersebut kekal. Cerita ini kemudian berkembang lebih lanjut dan hidup terus di sekian zaman.

Banyak objek yang kemudian menjadi bahan-bahan rujukan yang mempermudah konsep indah. Misalnya karya-karya Leonardo Da Vinci, seperti patung David yang dianggap sebagai sosok patung laki-laki dengan anatomi paling ideal, atau lukisan Monalisa sebagai senyum paling menawan.

Dari sini kita tahu bahwa keindahan hanyalah sebuah konsep yang baru berkomunikasi setelah mempunyai bentuk. Karena itu dia tidak berbicara langsung tentang keindahan, akan tetapi sesuatu yang indah.

Lalu bagaimana tentang negative capability? Konon, negative capability adalah kemampuan yang hanya dimiliki segelintir manusia. Orang-orang yang memiliki kemampuan ini adalah mereka yang benar-benar memiliki konsep keindahan lalu menuangkannya ke dalam bentuk yang indah. Siapa orang-orang tersebut?

Menurut Keats, orang-orang dengan negative capability adalah orang yang memiliki kemampuan untuk selalu dalam keadaan ragu-ragu, tidak menentu, dan misterius tanpa mengganggu keseimbangan jiwa dan tindakannya: Cuma pikiran dan hatinyalah yang diliputi keresahan.

Negative capability identik dengan proses mencari. Proses inilah yang menyebabkan seorang seniman tidak produktif, jarak antar karyanya cukup lama, tapi justru inilah yang membuat semua tulisannya menjadi matang. Dia akan menulis hanya setelah pelatuk imajinasinya memberi bentuk pada konsep keindahannya.

Orang yang tidak memiliki negative capability tidak akan kreatif. Sebab segala sesuatu baginya sudah jelas, tidak menimbulkan keraguan, dan bukan merupakan misteri. Keats mengatakan bahwa proses kreativitas identik dengan perjuangan untuk menciptakan keindahan, atau tepatnya menciptakan sesuatu yang indah.

Yap, begitulah. Bisa dibilang, para dewa memerlukan bentuk untuk menjelaskan keindahan. Maka ditunjuklah Endymion untuk mengomunikasikan keindahan. Karena ternyata hal ini lebih mudah daripada harus menjelaskan sendiri apa arti istilah itu. Nah, para dewa saja bingung untuk memberikan definisi, apalagi kita? :)
Jadi cukuplah kita mengetahui berbagai aspek keindahan karya-karya dari masa ke masa. Yang tak kalah penting, kita memiliki konsep keindahan sendiri dan tidak mempermasalahkan konsep keindahan yang dimiliki orang lain. Setuju?



Kesimpulan : Melalui sesuatu yang indah kita dapat mengekspresikan ide – ide kita secara lepas dan bebas, karna terdapat sesuatu hal yang bisa membuat perasaan dan pikiran kita tenang dan penuh dengan inspirasi. : )

Jumat, 29 April 2011

Keadilan

Posted by Intan 이연희 Dwi at 21.46 0 comments

Sedikit Berbicara Tentang Keadilan


Keadilan merupakan suatu tujuan yang ingin dicapai oleh setiap individu. Setiap individu memiliki kepentingan yang harus dikorbankan untuk mencapai suatu kedilan sosial. Keadaan seperti ini mampu menciptakan adanya ketimpangan, karena adanya pengorbanan atas kepentingan atau kebebasan yang didistribusikan kepada orang lain oleh individu untuk mencapai kesetaraan.

Keadilan adalah kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai sesuatu hal, baik menyangkut benda atau orang. Menurut sebagian besar teori, keadilan memiliki tingkat kepentingan yang besar. John Rawls, filsuf Amerika Serikat yang dianggap salah satu filsuf politik terkemuka abad ke-20, menyatakan bahwa "Keadilan adalah kelebihan (virtue) pertama dari institusi sosial, sebagaimana halnya kebenaran pada sistem pemikiran" [1]. Tapi, menurut kebanyakan teori juga, keadilan belum lagi tercapai: "Kita tidak hidup di dunia yang adil" [2]. Kebanyakan orang percaya bahwa ketidakadilan harus dilawan dan dihukum, dan banyak gerakan sosial dan politis di seluruh dunia yang berjuang menegakkan keadilan. Tapi, banyaknya jumlah dan variasi teori keadilan memberikan pemikiran bahwa tidak jelas apa yang dituntut dari keadilan dan realita ketidakadilan, karena definisi apakah keadilan itu sendiri tidak jelas. keadilan intinya adalah meletakkan segala sesuatunya pada tempatnya
Oleh karena itu, John Rawls mencoba memberikan jalan keluar dengan mengemukakan prinsip-prinsip keadilan dalam bukunya Theory of Justice. Ia menjelaskan dua prinsip keadilan sosial, yaitu the difference principle dan the principle of fair equality and opportunity. Inti the difference principle, adalah bahwa perbedaan sosial dan ekonomis harus diatur agar memberikan manfaat yang paling besar bagi mereka yang paling kurang beruntung.

Istilah perbedaan sosial-ekonomis dalam prinsip perbedaan menuju pada ketidaksamaan dalam prospek seorang untuk mendapatkan unsur pokok kesejahteraan, pendapatan, dan otoritas. Sementara itu, the principle of fair equality of opportunity menunjukkan pada mereka yang paling kurang mempunyai peluang untuk mencapai prospek kesejahteraan, pendapat dan otoritas. Mereka inilah yang harus diberi perlindungan khusus.

Kesetaraan bukan berarti sama. Artinya tidak setiap individu memiliki status sosial yang sama atau hak milik yang sama dengan yang lain, namun lebih pada suatu bentuk kerjasama yang dilakukan untuk mencapai kepentingan bersama sesuai kebutuhan masing-masing.

Pada hakekatnya, manusia memiliki keinginan untuk diakui, untuk dihargai, dan persamaan hak, yang berarti bahwa setiap individu selayaknya diberi pengakuan terhadap otonomi mereka sebagai individu yang bebas. Menurut Francis Fukuyama dalam bukunya The End of History and The Last Man, Plato menyebutnya sebagai thymos.

Jadi, memaknai keadilan adalah bagaimana individu mampu mendistribusikan kepentingan pribadinya untuk orang lain. Hal ini dilakukan agar terjadi kesetaraan kepentingan yang merupakan prinsip pokok dari keadilan.
Sedangkan, ketidakadilan terjadi bila ada suatu ketimpangan antara kepentingan individu dengan yang lain. Yaitu suatu keadaan dimana seorang individu tidak diakui otonominya sebagai individu yang bebas (individu tidak mencapai thymos).

Kesedihan

Posted by Intan 이연희 Dwi at 21.26 0 comments

Bicara tentang kesedihan


Ada seorang ibu yang memiliki sepasang putra-putri, lalu mengisi hidupnya hanya dengan kesedihan. Putra tertua kebetulan penjual es krim keliling. Sementara putri kedua adalah penjual payung.

Ketika hari panas, ibu ini menangis untuk putrinya karena teramat sedikit yang beli payung. Saat hari hujan, ibu ini menangis untuk putranya karena jarang sekali orang membeli es krim.

Cerita ini hanya pengandaian tentang teramat banyaknya hidup kekinian yang diwarnai kesedihan. Ada saja alasan yang membuat kehidupan tergelincir ke dalam kesedihan. Dari bencana, penyakit, umur tua, hingga kematian. Sehingga jadilah kesedihan semacam hulu dari sungai kehidupan yang penuh stres, keluhan, penyakit, dan konflik.

Kegembiraan-Kesedihan

Seorang sahabat psikiater pernah bercerita, tidak sedikit rumah sakit jiwa yang mulai kekurangan tempat. Sejumlah rumah sakit jiwa bahkan memulangkan pasien yang belum sepenuhnya sembuh, semata- mata karena ada pasien parah yang lebih membutuhkan.

Kebanyakan orang membenci kesedihan. Mungkin karena berbicara ke dunia publik, lalu Dalai Lama kerap mengatakan, "Ada yang sama di antara kita, tidak mau penderitaan, mau kebahagiaan". Dan ini tentu amat manusiawi. Sedikit manusia yang berani mengatakan, jika mau menangis janganlah menangis di depan kematian. Menangislah di depan kelahiran. Sebab semua kelahiran membawa serta penyakit, umur tua, lalu kematian.

Dengan kata lain, kelahiran sekaligus kehidupan tak bisa menghindar dari kesedihan. Kesedihan selalu mengikuti langkah kelahiran. Seberapa kuat manusia berusaha, seberapa perkasa manusia membentengi diri, kesedihan tetap datang dan datang lagi.

Seperti ayunan bandul, semakin keras dan semakin bernafsu seseorang dengan kebahagiaan, semakin keras pula kesedihan menggoda. Ini yang bisa menjelaskan mengapa sejumlah penikmat kebahagiaan secara berlebihan, lalu digoda kesedihan juga berlebihan.

Ada peneliti membandingkan dua negara yang sama-sama mayoritas beragama Buddha, yaitu Jepang dan Burma. Dari segi materi, Jepang merupakan sebuah keajaiban dan keunikan. Dibanding Jepang, Burma secara materi jauh dari layak. Namun dalam fenomena sosial seperti bunuh diri, perceraian, dan depresi, Jepang jauh lebih tinggi dari Burma. Seperti berbisik meyakinkan, di mana kebahagiaan materi berlimpah, di sana kesedihan juga berlimpah.

Seperti sadar realita pendulum seperti itu, banyak pertapa, penekun meditasi, yogi, sahabat sufi, dan lainnya, mengizinkan pendulum emosi hanya bergerak dalam ruang terbatas. Saat kebahagiaan datang, disadari kalau kebahagiaan akan diganti kesedihan. Sehingga nafsu perayaan berlebihan agak direm. Konsekuensinya, saat kesedihan berkunjung, ia tidak seberapa menggoda.

Merasa Berkecukupan

Kahlil Gibran dalam The Prophet memberi kata-kata indah, saat kita bercengkerama dengan kebahagiaan di ruang tamu, kesedihan menunggu di tempat tidur. Dalam pengertian lebih sederhana, manusia serumah dengan kebahagiaan dan kesedihan. Bagaimana bisa lari jauh atau lama dari kesedihan yang notabene serumah dengan kita?

Karena itu, sejumlah guru mengajarkan untuk melampaui kebahagiaan-kesedihan. Dalam bahasa guru jenis ini, kebahagiaan dan kesedihan hanya permainan bagi jiwa-jiwa yang sedang tumbuh menjadi dewasa. Pertumbuhan itulah yang memerlukan gerakan kebahagiaan, kesedihan, kebahagiaan, kesedihan, dan seterusnya.

Namun bagi setiap jiwa yang sudah mulai dewasa, ia akan sadar, kalau baik kebahagiaan maupun kesedihan memiliki sifat yang sama, tak pasti dan silih berganti. Bukankah bergantung pada sesuatu yang tak pasti akan membuat hidup tidak pasti? Lebih dari itu, baik kebahagiaan dan kesedihan berakar pada hal yang sama, keinginan. Bila keinginan terpenuhi, kebahagiaan datang berkunjung. Saat keinginan tidak terpenuhi, kesedihan tamunya.

Dan setiap pejalan kaki ke dalam diri yang jauh tahu, keinginan (lebih-lebih disertai kemelekatan) adalah ibu penderitaan. Kesadaran seperti inilah yang membimbing sejumlah orang untuk memasuki wilayah-wilayah keheningan.
Berbeda dengan kebahagiaan yang lapar akan ini, lapar akan itu; membandingkan dengan ini dengan itu; ingin lebih dari ini,lebih dari itu. Keheningan sudah berkecukupan. Seperti burung terbang di udara, ikan berenang di air, serigala berlari di hutan, matahari bersinar siang hari, bintang bercahaya di malam hari. Semua sempurna. Tidak ada yang layak ditambahkan atau dikurangkan. Penambahan atau pengurangan mungkin bisa membahagiakan. Tetapi, dalam kebahagiaan, batin tidak sepenuhnya tenang-seimbang, selalu ada ketakutan digantikan kesedihan.

Dalam kamus orang-orang yang sudah memasuki keheningan, sekaya apa pun Anda akan tetap miskin tanpa rasa berkecukupan. Semiskin apa pun Anda, akan tetap kaya kalau hidup berkecukupan. Maka seorang guru yang telah tercerahkan pernah berucap, "Enlightenment is like the reflection of the moon in the water. The moon doesn't get wet, the water is not separated". Pencerahan seperti bayangan bulan di air. Bulannya tidak basah karena air. Airnya tidak terpecah karena bulan. Dengan kata lain, inti pencerahan adalah tidak tersentuh. Tidak marah saat dimaki, tidak sombong tatkala dipuji. Tidak melekat pada kebahagiaan, tidak menolak kesedihan. Persis seperti bunga padma, di air tidak basah, di lumpur tidak kotor.

Dan salah satu akar menentukan dari ketidaktersentuhan ini adalah keberhasilan mendidik diri untuk merasa berkecukupan. Yang tersisa setelah ini hanya empat "M", Mengalir, Mengalir, Mengalir, Dan Mengalir.

SUMBER : WIKIPEDIA

Keindahan

Posted by Intan 이연희 Dwi at 20.55 0 comments
Dalam hal keindahan banyak aspek – aspek yang terdapat didalamnya, sampai hal itu menjadi sesuatu yang indah, dan bisa disebut keindahan. Keindahan bisa dibilang enak dilihat / dipandang, terlihat nyaman, memiliki sesuatu yang berseni, dan bersih. Dan banyak lagi yang termasuk dalam suatu keutuhan keindahan.
Dengan keindahan, dapat membuat perasaan dan pemikiran kita terasa nyaman, dan banyak ide” yang akan muncul karenanya. Dalam membuat sesuatu menjadi indah memang mudah kelihatannya, tapi ada saja hal – hal yang membuat suatu keindahan menjadi hilang. Padahal hidup dalam keindahan itu adalah suatu hal yang pasti diinginkan setiap orang.



Keindahan berasal dari kata indah yang berarti bagus, cantik, elok. Keindahan identik dengan kebenaran segala yang indah itu selalu mengandung kebenaran. Walaupun kelihatanya indah tapi tidak mengandung kebenaran maka hal itu pada prinsipnya tidak indah. Keindahan yang bersipat universal, yaitu keindahan yang tak terikat oleh selera perorangan, waktu, tempat atau daerah tertentu. Ia bersipat menyeluruh

Sangat luas untuk menerangkan arti dari keindahan, karna hal itu sendiri memiliki makna yang mungkin tidak terbatas untuk dijelaskan.

Jika saya tanya, Anda pasti dengan fasih bisa menjelaskan apa itu “keindahan”. Namun jauh di lubuk hati, pasti Anda tahu bahwa konsep tentang keindahan versi Anda takkan sama dengan konsep keindahan saya (kecuali tentu saja kalau sengaja disama-samakan). Ini seperti ketika kaum pria memperdebatkan apakah Miss Indonesia sekarang cantik atau biasa-biasa saja, juga ketika cewek-cewek sibuk merumpi siapa yang lebih patut jadi L-Men of the Year. Misalnya begitu. Yakin deh, tidak bakal ada yang 100% sama.

Nah, kalau dalam skala individu saja sulit untuk menemukan kesamaan visi keindahan, bagaimana dalam skala yang luas? Dalam karya tulis sastra kasusnya pun sama, banyak takaran yang digunakan dalam menilai, misalnya novel A memilki keindahan yang jauh melebihi novel B.

Ernst Cassirer dalam An Essay on Man, buku yang ditulis tahun 1954, mengatakan bahwa “keindahan” tidak akan pernah selesai diperdebatkan. Keindahan bahkan sudah menjadi bahan bincang-bincang sejak ratusan tahun lampau. Intinya, mereka yang terlibat dalam masalah ini mencoba mendefinisikan apa sih keindahan itu? (Kurang kerjaan banget kan.)

Namun, yah, karena yang berdebat adalah pakar-pakar sastra dan pemikir-pemikir dunia, jadilah masalah keindahan ramai diperbincangkan hingga sekarang. Sampai-sampai muncullah beraneka definisi dari hasil kontemplasi mereka.

Salah satu definisi yang paling dikenal adalah hasil pemikiran penyair romantik Inggris, John Keats. Di bukunya yang ditulis tahun 1817, Endymion, terdapat definisi keindahan semacam ini:

A thing of beauty is a joy forever: Its loveliness increases; it will never pass into nothingness.
“Sesuatu yang indah adalah kegembiraan selama-lamanya: Kemolekannya bertambah, dan takkan pernah menuju ketiadaan.” Dahsyat, Men!

Keindahan versi John Keats ini dikenal dengan konsep Endymion. Sebenarnya, konsep ini muncul dalam cerita mitologi Yunani kuno. Endymion adalah seorang penggembala yang diberkahi keindahan abadi oleh para dewa, yaitu selalu muda, selamanya tidur, dan tidak pernah diganggu oleh siapapun. Para dewa Yunani kuno memerlukan Endymion untuk mengomunikasikan keindahan kepada manusia. Endymion merupakan bentuk yang dipilih oleh para dewa agar keindahan tersebut kekal. Cerita ini kemudian berkembang lebih lanjut dan hidup terus di sekian zaman.

Banyak objek yang kemudian menjadi bahan-bahan rujukan yang mempermudah konsep indah. Misalnya karya-karya Leonardo Da Vinci, seperti patung David yang dianggap sebagai sosok patung laki-laki dengan anatomi paling ideal, atau lukisan Monalisa sebagai senyum paling menawan.

Dari sini kita tahu bahwa keindahan hanyalah sebuah konsep yang baru berkomunikasi setelah mempunyai bentuk. Karena itu dia tidak berbicara langsung tentang keindahan, akan tetapi sesuatu yang indah.

Lalu bagaimana tentang negative capability? Konon, negative capability adalah kemampuan yang hanya dimiliki segelintir manusia. Orang-orang yang memiliki kemampuan ini adalah mereka yang benar-benar memiliki konsep keindahan lalu menuangkannya ke dalam bentuk yang indah. Siapa orang-orang tersebut?

Menurut Keats, orang-orang dengan negative capability adalah orang yang memiliki kemampuan untuk selalu dalam keadaan ragu-ragu, tidak menentu, dan misterius tanpa mengganggu keseimbangan jiwa dan tindakannya: Cuma pikiran dan hatinyalah yang diliputi keresahan.

Negative capability identik dengan proses mencari. Proses inilah yang menyebabkan seorang seniman tidak produktif, jarak antar karyanya cukup lama, tapi justru inilah yang membuat semua tulisannya menjadi matang. Dia akan menulis hanya setelah pelatuk imajinasinya memberi bentuk pada konsep keindahannya.

Orang yang tidak memiliki negative capability tidak akan kreatif. Sebab segala sesuatu baginya sudah jelas, tidak menimbulkan keraguan, dan bukan merupakan misteri. Keats mengatakan bahwa proses kreativitas identik dengan perjuangan untuk menciptakan keindahan, atau tepatnya menciptakan sesuatu yang indah.

Yap, begitulah. Bisa dibilang, para dewa memerlukan bentuk untuk menjelaskan keindahan. Maka ditunjuklah Endymion untuk mengomunikasikan keindahan. Karena ternyata hal ini lebih mudah daripada harus menjelaskan sendiri apa arti istilah itu. Nah, para dewa saja bingung untuk memberikan definisi, apalagi kita? :)
Jadi cukuplah kita mengetahui berbagai aspek keindahan karya-karya dari masa ke masa. Yang tak kalah penting, kita memiliki konsep keindahan sendiri dan tidak mempermasalahkan konsep keindahan yang dimiliki orang lain. Setuju?



Kesimpulan : Melalui sesuatu yang indah kita dapat mengekspresikan ide – ide kita secara lepas dan bebas, karna terdapat sesuatu hal yang bisa membuat perasaan dan pikiran kita tenang dan penuh dengan inspirasi. : )
 

♥Intan 이연희 Yeon♥ Copyright 2009 Sweet Cupcake Designed by Ipiet Templates Image by Tadpole's Notez